Minggu, 29 November 2009

Pemicu terjadinya konflik di Perusahaan

KONFLIK INTERNAL PERUSAHAAN

Konflik internal adalah konflik yang terjadi didalam perusahaan dapat berupa konflik yang terjadi karena keputusan yang diambil oleh seorang manajer, perselisihan antar karyawan, dsb. Contoh konflik yang terjadi karena keputusan yang diambil oleh manajer misalnya dalam sebuah perusahaan terjadi krisis keuangan dan perusahaan akan failed, sehingga mau tidak mau perusahaan tersebut harus mem-PHK sebagian karyawanya demi menekan pengeluaran perusahaan menjadi seminim mungkin. Dan para karyawan yang di-PHK tersebut tidak setuju dengan keputusan yang diambil oleh manajer tersebut sehingga para karyawan tersebut mengadakan aksi demo atau unjuk rasa menentang keputusan tersebut karena para karyawan merasa sangat membutuhkan pekerjaan tersebut dan para karyawan juga berpikir bahwa sulit mencari pekerjaan dijaman sekarang ini dengan persaingan yang begitu ketat.

Oleh karena itu perusahaan mengadakan pertemuan dengan perwakilan karyawan tersebut untuk mencari solusi yang terbaik terhadap masalah ini. Setelah melalui perdebatan panjang maka mereka sepakat untuk mencari pinjaman dana dari bank demi menyelamatkan keuangan perusahaan. Dan bukan hanya itu saja, para pegawaipun berjanji akan bekerja lebih giat lagi agar kegiatan perusahaan dapat berjalan dengan baik dan meningkatkan kinerja dari perusahaan. Sehingga pada akhirnya keuangan perusahaanpun dapat pulih kembali seperti semula sehingga perusahaan berjalan dengan baik. Dari contoh diatas menggambarkan bahwa untuk mengatasi suatu konflik tidak harus dengan cara kekerasan melainkan dengan cara perdamaian yaitu dengan melakukan perundingan untuk mencari solusi yang terbaik dalam menghadapi suatu masalah. Apabila masalah dihadapi dengan kekerasan maka hal itu bukan memecahkan masalah melainkan malah hanya akan memperkeruh keadaan. Serta tidak menutup kemungkinan akan terjadinya persoalan persoalan yang lain. Persoalan atau masalah yang mungkin lebih rumit tingkat penyelesaiannya.


KONFLIK EKSTERNAL PERUSAHAAN

Pada pokok bahasan ini saya akan menjelaskan tentang konflik eksternal pada perusahaan. Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara perusahaan dengan perusahaan atau organisasi lain. Dalam hal ini misalnya sebuah perusahaan A yang memproduksi produk tertentu mampu menguasai pasar dengan jangkauan yang sangat luas sedangkan perusahaan B yang memproduksi produk yang sama sulit sekali bersaing sehingga produk yang dihasilkan oleh perusahaan B banyak yang tidak laku dijual. Sehingga manajer perusahaan B memutuskan untuk memata-matai perusahaan A yang sukses dalam melakukan pemasaran produknya atau biasa dikenal dengan istilah spionase. Perusahaan B mengrim mata-mata untuk mencari informasi rahasia dari perusahaan A. Ternyata spionase yang dilakukan oleh perusahaan B membuahkan hasil dan ide dan informasi-informasi oleh intelijen perusahaan B langsung dipraktekkan pada produknya dan ternyata sukses menguasai pasar. Direktur Perusahaan A yang merasa informasi pentingnya dicuri ini merasa dirugikan dan mengambil keputusan untuk melaporkan kejadian tersebut kepada pihak yang berwajib karena perusahaan B telah mencuri ide-ide yang dimiliki perusahaan A sehingga perusahaan A melaporkan perusahaan B tersebut ke polisi dan ingin membawanya ke meja hijau. Setelah diselidiki ternyata didapatkan fakta bahwa perusahaan B terbukti bersalah dan dijatuhkan denda oleh pengadilan.

Lalu perusahaan A menuntut ganti rugi terhadap perusahaan B. Namun, karena tuntutan yang diminta oleh perusahaan A begitu besar dan perusahaan B tidak dapat mengganti kerugian yang diderita oleh perusahaan A maka perusahaan A berinisiatif untuk menarik tuntutannya terhadap perusahaan B dan sebagai solusi dari permasalahan tersebut maka perusahaan A mengajukan kerjasama dengan perusahaan B yaitu dengan membentuk kartel agar tidak timbul persaingan tidak sehat antara kedua perusahaan tersebut. Dan dengan dibentuknya kartel diantara kedua perusahaan tersebut maka masalah yang terjadi dapat terselesaikan dengan baik. Dari peristiwa diatas terlihat bahwa manajer perusahaan B salah dalam mengambil keputusan dengan memata-matai perusahaan A dan tindakan tersebut malah berdampak buruk bagi perusahaan B itu sendiri.

Konflik Dan Solusinya

Pada sebuah organisasi, komunikasi memegang peranan sangat penting. Tanpa adanya komunikasi mustahil sebuah perusahaan bisa berjalan apalagi untuk berkembang. Di dalam suatu interaksi atau komunikasi, sering terjadi konflik. Baik itu antar individu dengan individu, individu dengan kelompok, bahkan kelompok dengan kelompok sekalipun bisa mempunyai konflik. Konflik dapat terjadi karena banyak sebab. Diantaranya karena adanya perbedaan kepentingan, tujuan, keputusan dsb.

Di dalam sebuah orgaisasi, Keputusan mutlak ada di tangan manajer. Jadi manajer berhak menentukan mana yang terbaik untuk perusahaan. Terkadang keputusan seorang manajer memaksa para karyawannya untuk mengikuti aturannya. Sehingga suka atau tidak suka bawahan harus menjalankan apa yang telah diputuskan oleh manajer. Bagi karyawan yang tidak setuju dengan keputusan dari manajer tersebut dapat mengakibatkan konflik. Konflik apabila menggunakan emosi dan dibiarkan berlarut-larut, maka dapat menyebabkan konflik bertambah rumit dan menjadi sulit untuk diatasi. Oleh karena itu untuk menyelesaikan konflik haruslah dengan kepala dingin dan dihadapi dengan bijaksana. Konflik tidak selamanya bersifat negatif asal kita memandangnya sebagai hal yang positif dan menangani konflik tersebut dengan cara yang benar dan tepat. Konflik tidak dapat dicegah, tapi kita dapat meminimalisasi kemungkinan terjadinya konflik.

Solusi
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik. Salah satu cara mengatasi konflik diantaranya adalah melalui perundingan atau kompromi. Perundingan adalah suatu pembicaraan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang sedang berkonflik untuk mendapatkan suatu kesepakatan. Cara ini merupakan cara yang paling baik dalam menangani konflik walaupun tidak menjamin keberhasilan dari pemecahan konflik. Tapi cara ini tidak akan berjalan bila ada salah satu atau kedua belah pihak yang sedang konflik tidak menyetujui cara tersebut. Dengan kata lain perundingan itu adalah cara untuk menyatukan tujuan dan pandangan dari sebuah permasalahan agar kedua belah pihak tidak ada yang merasa dirugikan.

Perundingan adalah pembicaraan tentang sesuatu, perembukan, permusyarawaratan. Perundingan merupakan tindakan atau proses menawar untuk meraih tujuan atau kesepakatan yang bisa diterima. Dalam perundingan dibutuhkan tindakan kedua belah pihak baik yang nyata maupun yang tidak, dimana pihak-pihak yang berunding memberikan persetujuannya. Perundingan tidak mencari cara untuk mempengaruhi satu pihak, namun terjadi karena kedua belah pihak merasakan hal yang sama: ingin mencapai kesepakatan.


Pertama, biasakan menyelesaikan masalah yang sudah muncul atau yang masih terpendam (problem solving). Masalah tidak hilang karena kita abaikan. Masalah itu bersembunyi dan biasanya akan muncul dalam bentuk pukulan mendadak. Karena itu perlu kita selesaikan supaya tidak membesar atau supaya tidak meledak menjadi konflik stadium tiga alias fighting.

Kedua, biasakan melihat masalah secara proporsional: tidak membesar-besarkan, tidak mengada-ngada, tidak meremehkan (smoothing). Kerapkali terjadi bahwa hubungan kita menjadi bermasalah padahal tidak ada masalah yang perlu dimasalahkan atau masalah itu hanya berupa semacam penilaian-perasaan yang subyektif. Dengan belajar memproporsionalkan cara pandang kita terhadap masalah, maka kita bisa terhindar dari konflik, bisa mengurangi atau meredamnya.

Ketiga, mintalah orang yang sudah punya otoritas lebih tinggi (Refering to higher authority) sebagai penengah, peredam atau pemberi solusi. Selama masalah yang menimbulkan konflik itu berkaitan dengan pekerjaan dan melibatkan orang banyak, biasanya penggunaan otoritas / kekuasaan sangat membantu, entah sebagai mediator atau decision maker.

Keempat, antisipasi hal-hal yang bisa menimbulkan konflik dalam praktek hubungan kita. Sekedar untuk bertukar pengalaman, saya kebetulan sering diminta untuk menjadi penengah orang-orang yang berkonflik. Kesimpulan saya, masing-masing pihak memang menginginkan kompromi, kesepakatan atau kedamaian. Tapi, yang sering dilupakan oleh masih-masing pihak adalah menghindarkan diri dari hal-hal yang dapat memancing konflik.

Ini misalnya tetap kekeuh mempertahankan posisi defensifnya, menutup diri dari berbagai masukan, menolak berdialog secara rasional, tidak mau mengorbankan kepentingan kecil demi terwujudnya kepentingan yang lebih besar, dan lain-lain. Artinya, ketika kita ingin damai, maka kita pun harus mempersiapkan diri untuk menanggung konsekuensi alamiyahnya. Salah satu konsekuensi penting di sini adalah menghindarkan diri (avoid from) dari hal-hal yang dapat memancing konflik atau yang dapat menutup pintu kesepakatan.

Kelima, berkompromi (Compromise). Kerapkali terjadi bahwa berkompromi ini punya manfaat yang jauh lebih banyak ketimbang berkonflik. Berkompromi adalah belajar untuk menjadi "soft" (baca: fleksibel seperti air) dan belajar untuk tidak menjadi "hard" (baca: keras seperti kayu). Semua orang sudah tahu, dengan menjadi soft akan mengalahkan yang hard, tetapi sayangnya, kita lebih sering memilih menjadi hard untuk mengalahkan yang hard.


Substantive conflict dapat terjadi di isu apapun, namun pergerakan kekuatannya adalah kedua belah pihak tidak setuju terhadap sebuah isu. Ini dapat berarti hal yang baik atau buruk. Pihak yang menangani konflik dengan baik dapat menciptakan, untuk dirinya sendiri atau sekelilingnya, kemampuan untuk memecahkan sebuah isu dengan kreatif, sesuatu yang lebih baik daripada posisi pihak lainnya. Mari kita lihat contohnya.

Terjadi konflik antara manajer cabang dan staf mengenai jam kerja. Manajer cabang menginginkan semua staf bekerja dengan jam yang standar, dimulai pk. 8.00 sehingga pelanggan mendapatkan layanan pertama kali di pagi hari. Seorang staf menginginkan dimulai pukul 9.00, karena dia bertanggung jawab merawat anaknya. Di beberapa kesempatan, staf tersebut terlambat datang, yang menurut manajer, karyawan tersebut tidak bersedia mematuhi peraturan.

Untuk menenangkan situasi, kedua pihak mencoba memahami situasi, bukan salah satu menjadi pemenang, namun dalam sudut pandang memecahkan masalah. Setelah membahas situasi yang ada, (dan memahami kebutuhan masing-masing), mereka menyadari bahwa a) hampir tidak ada pelanggan yang datang di pagi hari, b) tidak banyak pekerjaan yang dilakukan oleh staff yang datang pk. 8:00, dan c) banyak pelanggan yang menelpon antara pk 4:00 dan 5:00 sore. Kedua pihak setuju untuk merubah jam kerja. Hasilnya: karyawan yang senang dan memberikan layanan yang lebih baik.